Tato yang telah menutupi lengan dan dadanya selama sepuluh tahun itu dihapus melalui prosedur laser. Selama proses penghapusan berlangsung, ternyata ditemukan daging tumbuh di pundak menyerupai tahi lalat.
Meski dokter biasanya dapat mendiagnosis apakah tahi lalat tersebut berbahaya atau tidak, kadang-kadang kehadiran tato justru mempersulit diagnosis tersebut. Ini dikarenakan warna tinta untuk tato bisa menyamarkan warna tahi lalat yang merupakan tanda awal kanker.
Fenomena ini kemudian dilaporkan dalam Journal of American Medical Association.
Seperti dilansir Live Science, perubahan bentuk, warna, dan ukuran tahi lalat dapat diindikasikan sebagai gejala melanoma - kanker kulit paling mematikan. Namun, meskipun tato itu sendiri tidak mampu menyebabkan melanoma, keberadaannya membuat kanker kulit sulit dideteksi.
Melanoma sendiri adalah tumor ganas melanosit. Melanosit memproduksi pigmen gelap, melanin, yang bertanggung jawab untuk warna kulit.
Ini adalah bentuk paling berbahaya dari kanker kulit. Pertumbuhan kanker berkembang ketika kerusakan DNA diperbaiki sel-sel kulit (paling sering disebabkan oleh radiasi ultraviolet dari sinar matahari atau tanning) memicu mutasi (cacat genetik) yang menyebabkan sel-sel kulit berkembang biak dengan cepat dan membentuk tumor ganas.
"Karena tinta warna untuk tato membuat tahi lalat menjadi sulit untuk dideteksi apakah itu kanker atau bukan," kata Dr Doris Day, dermatologis dari Lenox Hill Hospital.
Atas saran ahli medis, pria asal Jerman itu setuju untuk menjalani operasi pengangkatan tahi lalatnya. Untunglah kanker tersebut belum menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Akibat insiden ini, dokter akhirnya memberi peringatan bahaya lain dari tato, yang bisa menyembunyikan gejala kanker kulit.
0 komentar:
Post a Comment